Kisah
Bima Suci Part I
Pada kenyataannya, Begawan Durna memang lebih
mencintai para Pandawa daripada Kurawa. Mungkin kalau kita menjadi Durna pun
akan bertindak seperti itu. Sebagai guru Negara yang berkewajiban mendidik olah
rasa dan kanuragan, maka Pandawa dan Kurawa berada dalam satu “kelas” yang sama
menerima luberan ilmu sang guru. Seorang guru yang baik tentu tidak akan pilih
kasih terhadap setiap muridnya. Namun sebagai seorang manusia biasa, sikap
sayang kepada murid yang lebih taat dan pandai serta
hormat kepada yang lebih tua dan juga gurunya, adalah sah-sah saja dan memang
akan selalu begitu.
Secara kasat matapun sifat para Pandawa dan Kurawa dapat dilihat perbedaannya. Pandawa begitu santun, sebaliknya para Kurawa sebagian besar bersikap urakan. Para Pandawa bersikap sangat hormat kepada Sang Guru, sementara Kurawa meskipun tetap menjalankan ajaran gurunya, namun adakalanya menyepelekan dan mengabaikannya karena menganggap tidak berguna ilmu yang diperolehnya. Para Kurawa yang mengagungkan kedudukannya serta jumlah banyaknya, seringkali bertindak diluar batas sopan-santun dan jauh dari sikap satria. Apalagi, gosokan Sang Paman, Sengkuni, sepanjang waktu selalu mereka dengar sehingga lama kelamaan mengendap dalam hati dan mengkristal menjadi sebuah kebencian dan kecemburuan kepada adik-adik mereka para Pandawa.
Dalam hati kecilnya Durna dapat dipastikan lebih sayang kepada Pandawa daripada Kurawa. Dan adakalanya secara tidak sadar hal itu diungkapkan melalui perkataan dan tindakan, walaupun sebenarnya bertujuan untuk menyadarkan Kurawa. Namun hal tersebut justru membuat rasa tidak senang Kurawa semakin meluap dan menganggap bahwa perbuatan Durna sungguh tidak layak dilakukan oleh seorang guru. Durna ternyata pilih kasih dalam memberikan ilmu !
Hasutan Sengkuni semakin mengobarkan amarah Kurawa terutama Kurupati, si Sulung Kurawa. Apalagi diperlihatkan oleh Sang Paman, bagaimana mesranya hubungan sekarang-sekarang ini Antara Begawan Durna dengan Bimasena. Bima sering berjalan berdua dengan Durna, berbincang tentang segala hal. Bima sering menghadap kepada Durna untuk meminta penjelasan terhadap suatu hal yang belum dimengertinya.
“Tuh kan … keponakanku Kurupati, lihatlah betapa akrabnya Durna dengan adikmu Bima. Sungguh seorang Guru yang tidak layak ditiru. Pilih kasih ! Padahal sebenarnya dia-kan digaji dan dimulyakan oleh Kakang Destrarastra, ayahmu, namun dia malah lebih dekat kepada Pandawa. Apa kamu tidak merasakan hal itu, Kurupati !” hasutan Sengkuni mulai membakar amarah Sulung Kurawa itu
Dan pada dasarnya, di lubuk hati yang paling dalam Kurupati telah melekat erat kecemburuan dan rasa benci kepada Pandawa terutama Bimasena.
Secara kasat matapun sifat para Pandawa dan Kurawa dapat dilihat perbedaannya. Pandawa begitu santun, sebaliknya para Kurawa sebagian besar bersikap urakan. Para Pandawa bersikap sangat hormat kepada Sang Guru, sementara Kurawa meskipun tetap menjalankan ajaran gurunya, namun adakalanya menyepelekan dan mengabaikannya karena menganggap tidak berguna ilmu yang diperolehnya. Para Kurawa yang mengagungkan kedudukannya serta jumlah banyaknya, seringkali bertindak diluar batas sopan-santun dan jauh dari sikap satria. Apalagi, gosokan Sang Paman, Sengkuni, sepanjang waktu selalu mereka dengar sehingga lama kelamaan mengendap dalam hati dan mengkristal menjadi sebuah kebencian dan kecemburuan kepada adik-adik mereka para Pandawa.
Dalam hati kecilnya Durna dapat dipastikan lebih sayang kepada Pandawa daripada Kurawa. Dan adakalanya secara tidak sadar hal itu diungkapkan melalui perkataan dan tindakan, walaupun sebenarnya bertujuan untuk menyadarkan Kurawa. Namun hal tersebut justru membuat rasa tidak senang Kurawa semakin meluap dan menganggap bahwa perbuatan Durna sungguh tidak layak dilakukan oleh seorang guru. Durna ternyata pilih kasih dalam memberikan ilmu !
Hasutan Sengkuni semakin mengobarkan amarah Kurawa terutama Kurupati, si Sulung Kurawa. Apalagi diperlihatkan oleh Sang Paman, bagaimana mesranya hubungan sekarang-sekarang ini Antara Begawan Durna dengan Bimasena. Bima sering berjalan berdua dengan Durna, berbincang tentang segala hal. Bima sering menghadap kepada Durna untuk meminta penjelasan terhadap suatu hal yang belum dimengertinya.
“Tuh kan … keponakanku Kurupati, lihatlah betapa akrabnya Durna dengan adikmu Bima. Sungguh seorang Guru yang tidak layak ditiru. Pilih kasih ! Padahal sebenarnya dia-kan digaji dan dimulyakan oleh Kakang Destrarastra, ayahmu, namun dia malah lebih dekat kepada Pandawa. Apa kamu tidak merasakan hal itu, Kurupati !” hasutan Sengkuni mulai membakar amarah Sulung Kurawa itu
Dan pada dasarnya, di lubuk hati yang paling dalam Kurupati telah melekat erat kecemburuan dan rasa benci kepada Pandawa terutama Bimasena.